Kisah Nyata
2014
2019
Menjelang 2017, kami telah menguasai keterampilan baru. Mengelola ribuan akun, otomatisasi interaksi, menghindari deteksi di berbagai platform, dan memalsukan setiap jejak digital.
Kami memulainya hanya dengan 20 komputer di sebuah warnet kecil kami. Berbekal perangkat lunak gratis dan open-source yang rentan, kami berhasil mengendalikan ratusan, bahkan ribuan akun. Pasukan otomatis bergerak seolah manusia, dengan jeda alami dan narasi yang dirancang teliti. Kebijaksanaan, ketenangan dan keadaban tak lupa kami sisipkan, kami programkan ke dalam skrip otomatis yang kami rangkai sebagai penyejuk di medan tempur digital yang memanas. Saat mereka murka, kami menyiramkan ketenangan. Saat mereka mencaci, kami menyodorkan keadaban.
Lelah dan jenuh pun datang. Api itu perlahan padam. 2 kubu perlahan memudar, menyisakan kisah dan trauma getir tentang perjuangan panjang demi kepemimpinan yang lebih layak di negeri Konoha tercinta.
Tak berhenti sampai disitu. Kami terus mengasah keterampilan, dan mulai meninggalkan tool-tool otomasi yang berisiko, tak aman, dan yang terpenting adalah tidak melanggar Standar Komunitas platform media sosial. Kami mulai membangun infrastruktur yang murni dikendalikan manusia. Kami mulai dipercaya melayani pemberian interaksi dan engagement organik dan human-behavior, asli dan terverifikasi. Melayani berbagai perusahaan dan produk, serta beberapa tokoh lokal. Bekerja dalam senyap seperti bayangan, kami jalankan setiap proyek dengan kerahasiaan penuh. Rahasia namun tetap taat terhadap setiap hukum dan undang-undang, juga TOS semua platform.
Dan kini?
Dunia dan teknologi digital tetap menjadi jalan hidup kami hingga ke hari ini. Kami menggalang komunitas yang disiplin. Dengan wanti nilai inti yang tidak dapat ditawar. Kebenaran, Etika, dan Kemanusiaan.
Beberapa tahun silam, Negeri Konoha terbelah dua oleh faksi-faksi yang saling bermusuhan. Perpecahan ini seharusnya tak pernah terjadi. Salah satu pihak, besar, kuat, dan dilengkapi pasukan digital khusus, mengacaukan tatanan hidup digital kami. Mereka menyerang tanpa pandang bulu, meramu kebenaran menjadi kebohongan, dan sebaliknya mendengungkan kebohongan sebagai sesuatu yang benar. Dan kebohongan kebohongan itu nyata terbukti hingga saat ini.
Sebagai bagian dari salah satu kubu, kami sungguh berusaha menjadi penengah, baik di antara barisan kami sendiri, maupun kepada lawan yang notabene, adalah saudara sebangsa sendiri.
Betapa nyata terasa kegetiran dari polarisasi dan perpecahan yang terjadi. Kami mengelus dada menyaksikan hancurnya nalar dan remuknya nilai nilai berbangsa yang selama ini terjaga baik. Dalam kebobrokan narasi, kami terus berupaya melawannya dengan tenang, dengan keadaban, meski sesekali kami harus pasrah karena lelah. Lelah menyaksikan betapa brutal fanatisme, narasi dan polarisasi yang mereka tonjolkan.
Kami tumbang. Kami kalah. Oleh kekuatan yang justru datang dari bayang bayang tak terlihat.



